Home » » BUDAYA ORGANISASI DEPARTEMEN AGAMA KAB.SIDOARJO

BUDAYA ORGANISASI DEPARTEMEN AGAMA KAB.SIDOARJO

Written By Unknown on Jumat, 03 Januari 2014 | 19.46

OBSERVASI BUDAYA ORGANISASI DEPARTEMEN AGAMA
KAB.SIDOARJO
 
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehinggaberhasil menyelesaikan makalah dengan baik.
Makalah ini dibuat dengan melakukan observasi dalam jangka waktu tertentu sehingga menghasilkan hasil yang bisa dipertanggungjawabkan.Kami mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang terkait dan telah membantu dalam menghadapi berbagai tantangan dalam penyusunan makalah ini. Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan dosen sekalian, sehingga kendala-kendala yang kami hadapi teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang kaitan Budaya Organisasi dalam instansi “Depag”, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi dan berita.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Universitas Negeri Surabaya.kami sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kepada dosen pembimbing kami meminta demi perbaikan pembuatan makalah kami di masa yang akan datang.
Kami menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu, kami mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini.
Terima kasih, dan semoga makalah ini bisa memberikan sumbangsih positif bagi kita semua.


Surabaya, Oktober 2013
Penyusun



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1        LATAR BELAKANG
Globalisasi ekonomi dan adanya era perubahan dalam menghadapi perdagangan bebas merupakan tantangan serius bagi para eksekutif dalam mengelola organisasi. Hal ini menuntut kehati-hatian untuk dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan dan sekaligus menjaga kelangsungan organisasi agar mampu bertahan hidup. Dalam era keterbukaan ini, batas-batas goegrafis bukanlah merupakan hambatan bagi kemungkinan persaingan yang timbul. Oleh karena itu, diharapkan organisasi yang ada di dalam negeri dapat mempersiapkan diri untuk membina organisasinya, terutama sumber daya manusia dan sistem, untuk mampu menghadapi kedatangan pesaingnya, baik dalam industri yang sejenis maupun industri lain. . Para Pendiri organisasi meletakkan dasar bagi budaya organisasi yang didirikannya sejak awal, baik secara sadar atau tidak. Seiring dengan adanya pertumbuhan organisasi sebagai hasil interaksi organisasi dengan lingkungannya dalam usaha pengembangan organisasinya, maka secara sadar nilai-nilai pokok tertentu yang ada dalam budaya organisasi juga akan mengalami perubahan. Oleh sebab itu, budaya organisasi perlu dikelola agar sesuai dengan pertumbuhan organisasi tersebut, karena budaya organisasi memiliki peranan yang sangat penting tehadap efektifitas organisasi.

Kementerian Agama (disingkat Kemenag, dahulu Departemen Agama, disingkat Depag) adalah kementerian dalam Pemerintah Indonesia yang membidangi urusan agama.Kementerian Agama dipimpin oleh seorang Menteri Agama (Menag) yang sejak tanggal 22 Oktober 2009 dijabat oleh Suryadharma Ali.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang onsensus.Hal tersebut tercermin baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun dalam kehidupan bernegara.Di lingkungan masyarakat-terlihat terus meningkat kesemarakan dan kekhidmatan kegiatan keagamaan baik dalam bentuk ritual, maupun dalam bentuk onsen keagamaan.Semangat keagamaan tersebut, tercermin pula dalam kehidupan bernegara yang dapat dijumpai dalam dokumen-dokumen kenegaraan tentang falsafah onsen Pancasila, UUD 1945, GBHN, dan buku Repelita serta memberi jiwa dan warna pada pidato-pidato kenegaraan.Dalam pelaksanaan pembangunan nasional semangat keagamaan tersebut menj adi lebih kuat dengan ditetapkannya asas keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa sebagai salah satu asas pembangunan.Hal ini berarti bahwa segala usaha dan kegiatan pembangunan nasional dijiwai, digerakkan dan dikendalikan oleh keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai nilai luhur yang menjadi landasan spiritual, moral dan etik pembangunan. Secara historis benang merah nafas keagamaan tersebut dapat ditelusuri sejak abad V Masehi, dengan berdirinya kerajaan Kutai yang bercorak Hindu di Kalimantan melekat pada kerajaan-kerajaan di pulau Jawa, antara lain kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat, dan kerajaan Purnawarman di Jawa Tengah.

Pada abad VIII corak agama Budha menjadi salah satu ciri kerajaan Sriwijaya yang pengaruhnya cukup luas sampai ke Sri Lanka, Thailand dan India.Pada masa Kerajaan Sriwijaya, candi Borobudur dibangun sebagai lambang kejayaan agama Budha.Pemerintah kerajaan Sriwijaya juga membangun sekolah tinggi agama Budha di Palembang yang menjadi pusat studi agama Budha se-Asia Tenggara pada masa itu.Bahkan beberapa siswa dari Tiongkok yang ingin memperdalam agama Budha lebih dahulu beberapa tahun membekali pengetahuan awal di Palembang sebelum melanjutkannya ke India.Menurut salah satu sumber Islam mulai memasuki Indonesia sejak abad VII melalui para pedagang Arab yang telah lama berhubungan dagang dengan kepulauan Indonesia tidak lama setelah Islam berkembang di jazirah Arab. Agama Islam tersiar secara hampir merata di seluruh kepulauan nusantara seiring dengan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam seperti Perlak dan Samudera Pasai di Aceh, kerajaan Demak, Pajang dan Mataram di Jawa Tengah, kerajaan Cirebon dan Banten di Jawa Barat, kerajaan Goa di Sulawesi Selatan, keraj aan Tidore dan Ternate di Maluku, keraj aan Banjar di Kalimantan, dan lain-lain. Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia menentang penjajahan Belanda banyak raja dan kalangan bangsawan yang bangkit menentang penjajah. Mereka tercatat sebagai pahlawan bangsa, seperti Sultan Iskandar Muda, Teuku Cik Di Tiro, Teuku Umar, Cut Nyak Dien, Panglima Polim, Sultan Agung Mataram, Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, Sultan Agung Tirtayasa, Sultan Hasanuddin, Sultan Goa, Sultan Ternate, Pangeran Antasari, dan lain-lain. 

Pola pemerintahan kerajaan-kerajaan tersebut diatas pada umumnya selalu memiliki dan melaksanakan fungsi sebagai berikut:

1.   Fungsi pemerintahan umum, hal ini tercermin pada gelar “Sampean Dalem Hingkang Sinuhun” sebagai pelaksana fungsi pemerintahan umum.

2.      Fungsi pemimpin keagamaan tercermin pada gelar “Sayidin Panatagama Kalifatulah.”

3.     Fungsi keamanan dan pertahanan, tercermin dalam gelar raja “Senopati Hing Ngalogo.” Pada masa penjajahan Belanda sejak abad XVI sampai pertengahan abad XX pemerintahan Hindia Belanda juga “mengatur” pelayanan kehidupan beragama. Tentu saja “pelayanan” keagamaan tersebut tak terlepas dari kepentingan strategi kolonialisme Belanda. Dr.C. Snuck Hurgronye, seorang penasehat pemerintah Hindia Belanda dalam bukunya “Nederland en de Islam” (Brill, Leiden 1911) menyarankan sebagai berikut: “Sesungguhnya menurut prinsip yang tepat, campur tangan pemerintah dalam bidang agama adalah salah, namun jangan dilupakan bahwa dalam onsen (tata onsen) Islam terdapat sejumlah permasalahan yang tidak dapat dipisahkan hubungannya dengan agama yang bagi suatu pemerintahan yang baik, sama sekali tidak boleh lalai untuk mengaturnya.”

Pokok-pokok kebijaksanaan pemerintah Hindia Belanda di bidang agama adalah sebagai berikut:

1.      Bagi golongan Nasrani dijamin hak hidup dan kedaulatan organisasi agama dan gereja, tetapi harus ada izin bagi guru agama, pendeta dan petugas misi/zending dalam melakukan pekerjaan di suatu daerah tertentu.
2.   Bagi penduduk pribumi yang tidak memeluk agama Nasrani, semua urusan agama diserahkan pelaksanaan dan perigawasannya kepada para raja, bupati dan kepala bumiputera lainnya.

Berdasarkan kebijaksanaan tersebut, pelaksanaannya secara teknis dikoordinasikan oleh beberapa instansi di pusat yaitu:

1.      Soal peribadatan umum, terutama bagi golongan Nasrani menjadi wewenang Departement van Onderwijs en Eeredienst (Departemen Pengajaran dan Ibadah)

2.      Soal pengangkatan pejabat agama penduduk pribumi, soal perkawinan, kemasjidan, haji, dan lainlain, menjadi urusan Departement van Binnenlandsch Bestuur (Departemen Dalam Negeri).

3.      Soal Mahkamah Islam Tinggi atau Hofd voor Islamietische Zaken menjadi wewenang Departement van Justitie (Departemen Kehakiman). Pada masa penjajahan Jepang kondisi tersebut pada dasarnya tidak berubah. Pemerintah Jepang membentuk Shumubu, yaitu kantor agama pusat yang berfungsi sama dengan Kantoor voor Islamietische Zaken dan mendirikan Shumuka, kantor agamakaresidenan, dengan menempatkan tokoh pergerakan Islam sebagai pemimpin kantor. Penempatan tokoh pergerakan Islam tersebut merupakan strategi Jepang untuk menarik simpati umat Islam agar mendukung cita-cita persemakmuran Asia Raya di bawah pimpinan Dai Nippon.

Secara filosofis, sosio politis dan historis agama bagi bangsa Indonesia sudah berurat dan berakar dalam kehidupan bangsa.Itulah sebabnya para tokoh dan pemuka agama selalu tampil sebagai pelopor pergerakan dan perjuangan kemerdekaan baik melalui partai politik maupun sarana lainnya.Perjuangan gerakan kemerdekaan tersebut melalui jalan yang panjang sejak jaman onsensu Belanda sampai kalahnya Jepang pada Perang Dunia ke II.Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.Pada masa kemerdekaan kedudukan agama menjadi lebih kokoh dengan ditetapkannya Pancasila sebagai onsensu dan falsafah onsen dan UUD 1945. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa yang diakui sebagai sumber dari sila-sila lainnya mencerminkan karakter bangsa Indonesia yang sangat onsensus dan sekaligus memberi makna rohaniah terhadap kemajuankemajuan yang akan dicapai. Berdirinya Departemen Agama pada 3 Januari 1946, sekitar lima bulan setelah proklamasi kemerdekaan kecuali berakar dari sifat dasar dan karakteristik bangsa Indonesia tersebut di atas juga sekaligus sebagai realisasi dan penjabaran onsensu Pancasila dan UUD 1945. Ketentuan juridis tentang agama tertuang dalam UUD 1945 BAB E pasal 29 tentang Agama ayat 1, dan 2:

1.      Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa;
2.      Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu.Dengan demikian agama telah menjadi bagian dari onsen kenegaraan sebagai hasil onsensus nasional dan konvensi dalam_praktek kenegaraan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.






I.2RUMUSAN MASALAH

1.      Apakah budaya organisasi itu ?
2.      Apa unsur  budaya organisasi pada kementrian agama ?
3.      Bagaimana strategi penerapan Budaya organisasi di departemen agama ?
4.      Apa kelemahan Budaya organisasi di departemen agama ?

I.3 TUJUAN

1.      Memahami tentang apa yang dimaksud dengan budaya organisasi secara umum
2.      Untuk mengetahui unsur  budaya organisasi pada departemen agama
3.      Mengetahui penerapan budaya organisasi pada departemen agama
4.      Untuk mengetahui kelemahan budaya organisasi pada departemen agama









BAB 2
PEMBAHASAN

2.1  TINJAUAN TEORI
Pengertian budaya organisasi

           Budaya berasal dari kata sansekerta budhayah, yaitu bentuk dari “budi” atau “akal”. Banyak orang mengartikan budaya/kebudayaan dalam arti terbatas/sempit, yaitu pikiran, karya, dan hasil karya manusia yang memenuhi hasratnya akan keindahan dengan hanya terbatas pada seni. Namun demikian, budaya/kebudayaan dapat pula diartikan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk social yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan menjadi pedoman tingkah lakunya. Para ahli ilmu social mengartikan konsep kebudayaan sebagai seluruh pikiran manusia yang tidak berakar pada nalurinya sehingga hanya dicetuskan oleh manusia sesudah melalui proses belajar.
Beberapa pendapat Para Ahli mengenai Budaya Organisasi :
Robbins (1990), budaya organisasi merupakan nilai-nilai dominan atau falsafah yang menuntun kebijaksanaan organisasi terhadap para anggota organisasi tersebut. Selain itu budaya organisasi juga merupakan sistem nilai yang diyakini, dipelajari, diterapkan, serta dikembangkan secara berkesinambungan, dan dijadikan acuan perilaku oleh semua anggota organisasi untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.
Shein (Renstra LAPAN, 2005),  pakar dalam “Applied Strategic Planning” mendefinisikan budaya sebagai suatu pola dari asumsi-asumsi dasar (keyakinan dan harapan) yang ditemukan ataupun dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu dari organisasi, dan kemudian menjadi acuan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang berkaitan dengan adaptasi keluar dan integrasi internal, yang dalam kurun waktu tertentu telah berfungsi dengan baik, maka dipandang sah, karenanya dibakukan, sehingga setiap anggota organisasi harus menerimanya sebagai cara yang tepat dalam pendekatan pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan dalam organisasi.
Pengertian Budaya Organisasi secara umum, dapat disimpulkan bahwa budaya adalah suatu pola dari keseluruhan keyakinan dan harapan yang dipegang teguh secara bersama oleh semua anggota organisasi dalam pelaksanaan pekerjaan yang ada dalam organisasi tersebut. Dengan demikian, budaya dalam suatu organisasi adalah menjadi pengikat semua karyawan dan sekaligus sebagai pemberi arti dan maksud dari keterlibatan karyawan dalam organisasi.

Elemen Budaya Organisasi
Budaya organisasi merupakan karakteristik organisasi yang membentuk perilaku anggota organisasi dalam mencapai tujuannya, melalui pemahaman yang baik terhadap elemen-elemen pembentuk budaya seperti keyakinan, tata nilai, atau adat kebiasaan. Semakin anggota organisasi memahami, mengakui, menjiwai, dan mempraktekkan keyakinan, tata nilai atau adat kebiasaan tersebut dan semakin tinggi tingkat kesadaran mereka, budaya organisasi akan semakin eksis dan lestari. Artinya budaya organisasi merupakan  keyakinan setiap orang di dalam organisasi akan jati diri yang secara idiologis dapat memperkuat eksistensi organisasi baik ke dalam sebagai pengikat atau simpul organisasi dan keluar sebagai identitas sekaligus kemampuan untuk beradaptasi dengan berbagai situasi dan kondisi yang dihadapi organisasi. Budaya organisasi terdiri dari beberapa elemen, perbedaan budaya satu organisasi dengan organisasi lainnya terletak pada elemen budaya organisasi, sehingga setiap elemen memerlukan pemahaman tersendiri agar member pemahaman budaya secara utuh.

Karakteristik Budaya Organisasi

·         Inisiatif individual, Tingkat tanggung jawab, kebebasan, dan independensi yang dimiliki oleh individu.

·      Toleransi terhadap tindakan beresiko, Sejauh mana para karyawan dianjurkan untuk bertindak agresif, inovatif, dan berani mengambil resiko.

·    Arah (direction), Sejauh mana organisasi menciptakan dan menggambarkan secara jelas sasaran dan harapan mengenai prestasi.

·         Integrasi, Sejauh mana unit-unit dalam organisasi didorong untuk bekerja secara terkoordinasi.

·      Dukungan dari manajemen, Sejauh mana para manager dapat berkomunikasi secara jelas, memberikan bantuan, serta dukungan terhadap bawahannya.

·         Control, Seberapa banyak peraturan dan pengawasan langsung yang digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku karyawan.

·         Identitas, Sejauh mana para anggota organisasi mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari organisasi secara keseluruhan dibandikan dengan kelompok kerja atau dengan bidang keahlian professional.

·         Sistem imbalan (reward sistem), Sejauh mana alokasi reward (misalnya, kenaikan gaji, promosi) berdasarkan pada kriteria kinerja karyawan sebagai kebalikan dari sistem senioritas, sikap pilih kasih, dan sebagainya.

·         Toleransi terhadap konflik, Sejauh mana para karyawan didorong untuk mengemukakan konflik dan kritik secara terbuka.

·         Pola – pola komunikasi, Sejauh mana komunikasi organisasi dibatasi oleh hierarki kewenangan yang formal.

Kesepuluh karakteristik tersebut mencakup dimensi struktural dan perilaku dalam organisasi.
Batasan karakteristik budaya diidentifikasi sebagai:
a.       Mempelajari: diperlukan dalam belajar, observasi, pengalaman
b.      Saling berbagi: kelompok, keluarga, masyarakat
c.       Transgenerasi: kumulatif dan dari generasi ke generasi
d.      Persepsi pengaruh: perilaku
e.       Adaptasi: kapasitas berubah atau adaptasi

Secara umum, perusahaan atau organisasi terdiri atas sejumlah orang dengan latar belakang, kepribadian, emosi, dan ego yang beragam.Hasil penjumlahan dan interaksi berbagai orang tersebut membentuk budaya organisasi.

Identifikasi Efek Fungsional dan Disfungsional
Fungsi-fungsi yang dilakukan oleh budaya dan menilai apakah budaya dapat merupakan suatu beban (liabilitas) bagi suatu organisasi.

1    Fungsi budaya

a)  Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas. Artinya, budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan yang lain.

b)      Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.

c)      Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan dari individual seseorang.

d)  Budaya meningkatkan kemantapan system social, budaya merupakan perekat social yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat mengenai apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan.

e)  Budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para karyawan.

2      Budaya dalam suatu organisasi

1.      Budaya sebagai suatu beban
Memperlakukan budaya tidak dengan cara menghakimi, tidak mengatakan bahwa budaya itu baik atau buruk, tetapi dengan menyatakan bahwa budaya itu ada. Beberapa fungsi, seperti : diikhtisarkan, bernilai untuk organisasi maupun karyawan. Budaya meningkatkan komitmen organisasi dan meningkatkan konsistensi perilaku karyawan.Jelas hal ini memberikan manfaat bagi suatu organisasi.Dari titik pandang seorang karyawan, budaya bernilai karena mengurangi kekhawatiran. Budaya memeberitahu para karyawan bagaimana segala sesuatu dilakukan dan apa yang penting.

2.      Penghalang terhadap perubahan
Budaya merupakan suatu beban, bilamana nilai-nilai bersama tidak cocok dengan nilai yang akan meningkatkan perubahan organisasi tersebut. Bila lingkungan itu mengalami perubahan yang cepat dan mendasar, budaya yang telah berakar dalam organisasi itu mungkin tidak tepat lagi.Jadi, konsistensi perilaku merupakan suatu asset bagi semua organisasi, bila organisasi itu menghadapi suatu lingkungan yang mantap.Tetapi konsistensi itu dapat membebani organisasi tersebut dan menyulitkan untuk menghadapi perubahan-perubahan.Maka, budaya yang kuat, praktik yang mendorong ke sukses sebelumnya dapat mendorong kegagalan, jika praktik-praktik itu tidak lagi dicocokkan dengan kebutuhan lingkungan.

3.      Penghalang terhadap keanekaragaman
Dalam mempekerjakan karyawan-karyawan baru dalam kegiatan bisnis, seperti menyangkut ras, jenis kelamin, etnis, atau perbedaan lain yang tidak sama dengan mayoritas organisasi dapat menciptakan paradoks. Manajemen menginginkan karyawan baru menerima baik nilai budaya inti dari organisasi. Bila kenyataannya tidak maka sebagian karyawan minoritas ini kecil kemungkinan cocok atau dapat diterima dalam organisasi tersebut, walaupun manajemen ingin mengumumkan secara terbuka dan menunjukkan dukungan akan perbedaan-perbedaan yang dibawa oleh karyawan ketempat kerjanya. Budaya yang kuat mengenakan tekanan yang cukup besar pada para karyawan untuk menyesuaikan diri (conform). Mereka membatasi rentang nilai dan gaya yang dapat diterima. Jelas hal ini menimbulkan dilemma.Organisasi-organisasi mempekerjakan individu-individu yang beraneka ragam karena kekuatan alternative yang dibawa mereka ke tempat kerja.Ada kemungkinan besar perilaku dan kekuatan yang beraneka ragam mengurangi budaya kuat ketika orang berupaya menyesuaikan diri didalam organisasi tersebut.Oleh karena itu, budaya kuat dapat merupakan beban (liabilitas) bila budaya itu dengan efektif menyingkirkan kekuatan unik tersebut yang dibawa oleh orang-orang dengan latar belakang yang berlainan ke dalam organisasi.

4.      Penghalang terhadap marjer dan akuisinya
Secara historis factor-faktor utama yang dipandang oleh manajer dalam mengambil keputusan marjer atau akuisisi dikaitkan dengan keuntungan finansial atau sinergi produk.Tahun terakhir ini kecocokan (kompatibilitas) budaya telah menjadi kepedulian primer, walaupun suatu laporan kondisi keuangan atau produk yang mendukung mungkin merupakan tarikan awal dari suatu calon akuisisi.Apakah akuisisi benar-banar berhasil tampaknya lebih berurusan dengan betapa baik budaya kedua organisasi itu sebanding/standing.

5.      Menciptakan dan mempertahankan budaya
Budaya suatu organisasi tidaklah muncul begitu saja dari kehampaan.Sekali ditegakkan, jarang budaya itu bergeser atau padam.

Tiga kekuatan yang memainkan bagian yang sangat penting dalam mempertahankan suatu budaya yaitu :

a.       Praktik-praktik seleksi
Tujian eksplisit proses seleksi adalah mengidentifikasi dan mempekerjakan individu-individu yang mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan dengan sukses di dalam organisasi.

b.      Tindakan manajemen
Tindakan manajemen puncak juga mempunyai dampak besar pada budaya organisasi. Lewat apa yang mereka katakan dan bagaimana mereka berperilaku, eksekutif senior menegakkan norma-norma yang merembes kebawah sepanjang organisasi. Misalnya, pengambilan tingkat resiko yang diinginkan. Dalam hal ini, berapa banyak kebebasan yang seharusnya diberikan oleh para manajer kepada bawahan mereka, pakaian apakah yang pantas, dan tindakan apakah yang akan diambil misalnya dalam hal kenaikan upah, promosi, dan ganjaran lain.

c.       Metode sosialisasi
Proses mengadaptasi para karyawan pada budaya organisasi itu. Oleh karena itu, organisasi tersebut akan berniat membantu karyawan baru menyesuaikan diri dengan budayanya. Konsep sosialisasi sebagai suatu proses yang terdiri atas tiga tahap, yaitu sebagai berikut :
Tahap prakedatangan
Yaitu kurun waktu pembelajaran dalam proses sosialisasi yang terjadi sebelum seorang karyawan baru bergabung dengan organisasi tersebut.
Tahap perjumpaan
Yaitu tahap dalam proses sosialisasi dalam mana seorang karyawan baru menyaksikan seperti apa sebenarnya organisasi itu dalam menghadapi kemungkinan bahwa harapan dan kenyataan dapat berbeda.
Tahap metamorphosis
Yaitu dalam proses sosialisasi dalam mana seseorang karyawan baru menyesuaikan diri terhadap norma kelompok kerjanya.


2.2  PEMBAHASAN


Beberapa hasil wawancara yang telah kami lakukan dengan pihak instansi terkait dengan observasi yang bersangkutan, didalam Depag tersebut terdapat 7 kepala seksi. Masing– masing di kasi tersebut mempunyai tugas satuan pokok yang berbeda beda :
1.      Subbag TU
Tugas tugas yang ditangani meliputi a).koordinasi penyusunan rencana , evaluasi program anggaran serta laporan b).  pelaksanaan urusan keuangan c).  penyusunan organisasi dan tata laksana d).  pengelolaan urusan kepegawaian e). penyusunan peraturan perundang-undang dan bantuan hokum f).  pelaksanaan bimbingan kerukunan umat beragama g).  pelayanan informasi dan hubungan masyarakat h).  pelaksanaan urusan ketatausahaan, rumah tangga, perlengkapan, dan pengelolaan barang milik negara pada kantor kementrian agama
2.      Haji dan Umroh atau seksi PHU
Seksi penyelenggara haji dan umroh ( PHU) dipimpin oleh H. Moh. Arwani, M.Ag. M.H.I. tugas tugasnya scara global adalah melakukan pelayanan, bimbingan teknis, pembinaan serta pengelolaan data dan informasi dibidang penyelenggaraan haji dan umroh. Aspek-aspek pekerjaan yang ditangani terdiri atas : a.) pendaftaran dan dokumen haji, b). pembinaan haji dan umroh c). akomondasi dan transportasi d) pengelolaan keuangan haji e). sistem informasi haji
3.      Penma ( Pendidikan Madrasah ) mulai dari MI, Mts, dan MA
Seksi pendidikan madrasah dipimpin oleh Dra. Hj. Fadillah. Scara global, tugas pokoknya adalah melakukan pelayanan, bimbingan teknis, pembinaan, serta pengelolaan data dan informasi di bidang RA (Roudlotul Atfhal), MI (Madrasah Ibtidaiah), MTs (Madrasah Tsanawiah) MA (Madrasah Tsanawiah) dan MAK (Madrasah Aliah Keagamaan). Adapun aspek aspek kependidikan madrasah yang ditangani adalah  a). kurikulim evaluasi  b). pendidikan dan tenaga kependidikan  c). sarana dan prasarana  d). kesiswaan  e). kelembagaan dan system informasi madrasah, f). kelompok jabatan fungsional
4.      Pendidikan Agama Islam
Seksi pendidikan madrasah dipimpin oleh Drs. Moch Dawud, M.S.i.seksi pendidikan Agama Islam mempunyai tugas melakukan pelayanan dan bimbingan teknis, pembinaan serta pengelolaan data dan informasi dibidang pendidikan Agama Islam pada PAUD. SD/SDLB/SMP/SMPLB/SMA/SMALB/ SMK. Adapun rincian bidang tugasnya meliputi : a).  pendidikan Agama Islam pada PAUD dan TK b).  pendidikan Agama Islam pada SD/SDLB c).  pendidikan Agama Islam pada SMP/SMPLB d).  pendidikan Agama Islam pada SMA/SMALB/ SMK e). Sistem informasi pendidikan Agama Islam
5.      Seksi pendidikan diniah danPondok Pesantren
Seksi pendidikan diniah dan pondok pesantren dipimpin oleh H. Rohmad Nasrudin, M.Ag.secara global, tugasnya adalah melakuka pelayanan, bimbingan teknis, pembinaan serta pengelolaan data informasi di bidang pendidikan diniyah dan pondok pesantren. Secara rinci bidang tugas seksi pendidikan diniah danPondok Pesantren meliputi :
a).  penyiapan perumusan kebijakan teknis dan perencanaan di bidang pendidikan diniah danPondok Pesantren
b).  pelaksanaan pelayanan bimbingan dan pembinaan dibidang pendidikan diniyah takmiliah, diniyah formal, dan kesetaraan pendidikan pesantren, dan pendidikan al- Qur’an serta pengelolaan system informasi pendidikan diniah danPondok Pesantren c).  evaluasi dan penyusunan laporan dibidang pendidikan diniah danPondok Pesantren. Adapun aspek aspek yang ditangani oleh Seksi pendidikan diniah dan Pondok Pesantren terdiri atas : a).  pendidikan diniyah takmiliah b).  pendidikan diniyah formal dan pendidikan kesetaraan c).  pemberdayaan pondok pesantren d).  pendidikan al- Qur’an e).  sistem informasi Seksi pendidikan diniah danPondok Pesantren
6.      Penyelenggara Syariah
Penyelenggaraan syariah ini dipimpin oleh Drs. H. Mohammad Nur Ibadi, SE, MM. tugas tugasnya scara umum member pelayanan, bimbingan teknis, dan pembinaan, serta pengelolaan data dan informasi dibidang pembinaan syariah yang terdiri atas : a).  produk halal b).  pembinaan syariah / hisab- Rukyat dan arah kiblat c).  sistem informasi Agama Islam
7.      Seksi Bimas Islam
Seksi bimbingan masyarakat Islam, yang lebih simple disingkat seksi bimas Islam, dipimpin oleh Drs. H. Syaifudin Hadi, M.Pd.I.scara global tugasnya adalah melakukan pelayanan, bimbingan teknis, pembinaan, serta pengelolaan data dan informasi di bidang bimbingan masyarakat Islam yang meliputi : a).  kepenghulian b).  pemberdayaan kantorng Urusan Agama c).  kemasjidan d).  penerangan dan penyuluhan agama Islam e).  kemitraan umat Islam, publikasi dakwah dan hari besar Islam, f).  pengembangan seni budaya Islam, Musabaqoh al-Qur’an dan hadist, g).  pemberdayaan zakat h).  pemberdayaan wakaf
Di masing – masing kecamatan terdapat juga cabang – cabangnya.Semua kegiatan yang berlangsung di setiap kecamatan, laporannya harus diserahkan kepada Depag.

 Di Depag sendiri juga memiliki urutan dalam hal pembagian di wilayah yaitu :
1.      Depag Pusat
2.      Depag Kanwil
3.      Depag Kabupaten
4.      Depag Kecamatan

Di Depag sendiri, mereka memiliki sebuah slogan dalam hal etika berpakaian yaitu “ Sebagai Aparatur Negara harus berpakaian sopan, rapi “. Dikarenakan berhubungan dengan Agama jadi harus berpakaian Muslim dan Muslimah, menyesuaikan dengan eventnya serta mengikuti segala aturan dari kanwil.
Budaya Organisasi dalam Depag Sidoarjo ini memang sudah ada dari dulu. Akan tetapi setiap tahunnya akan tetap dilanjutkan dan ditingkatkan lagi untuk perubahan yang lebih baik. Sebelumnya tidak pernah ada perubahan dibidang Budaya Organisasi.Semua anggota meneruskan budaya organisasi yang sudah berlaku di periode sebelumnya.Namun seiring berjalannya waktu para pegawai melakukan perbaikan dan meningkatkan kualitas budaya organisasi.



2.2.1 UNSUR-UNSUR BUDAYA ORGANISASI

Unsur-unsur yang ada dalam budaya organisasiantara lain:

A.    ARTIFACT
unsur dasar organisasi yang paling mudah dikanali karena ia dapat dilihat, didengar, dan dirasakan. Artifact meliputi :
1.Logo




LAMBANG DEPARTEMEN AGAMA
MAKNA ISI LAMBANG

1.   Bintang bersudut lima yang melambangkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila, bermakna bahwa karyawan Departemen Agama selalu menaati dan menjunjung tinggi norma-norma agama dalam melaksanakan tugas Pemerintahan dalam Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
2.   17 kuntum bunga kapas, 8 baris tulisan dalam Kitab Suci dan 45 butir padi bermakna Proklamasi Kemerdekaan republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, menunjukkan kebulatan tekad para Karyawan Departemen Agama untuk membela Kemerdekaan Negara Kesatuan republik Indonesia yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945.
3.   Butiran Padi dan Kapas yang melingkar berbentuk bulatan bermakna bahwa Karyawan Departemen mengemban tugas untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur dan merata.
4.   Kitab Suci bermakna sebagai pedoman hidup dan kehidupan yang serasi antara kebahagiaan duniawi dan ukhrawi, materil dan spirituil dengan ridha Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa.
5.   Alas Kitab Suci bermakna bahwa pedoman hidup dan kehidupan harus ditempatkan pada proporsi yang sebenarnya sesuai dengan potensi dinamis dari Kitab Suci.
6.   Kalimat “Ikhlas Beramal” bermakna bahwa Karyawan Departemen Agama dalam mengabdi kepada masyarakat dan Negara berlandaskan niat beribadah dengan tulus dan ikhlas.
7.   Perisai yang berbentuk segi lima sama sisi dimaksudkan bahwa kerukunan hidup antar umat beragama RI yang berdasarkan Pancasila dilindungi sepenuhnya sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945
8.   Kelengkapan makna lambang Departemen Agama melukiskan motto : Dengan Iman yang teguh dan hati yang suci serta menghayati dan mengamalkan Pancasila yang merupakan tuntutan dan pegangan hidup dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, karyawan Departemen Agama bertekad bahwa mengabdi kepada Negara adalah ibadah.
Selain itu terdapat visi misi sebagai acuan dan tujuan instansi ini dibentuk agar masyarakat tau nilai guna dan fungsi instansi ini dibentuk, berikut visi dan misi kementrian agama yang kami proleh dari kementrian agama.
2.VISI DAN MISI

VISI

"Terwujudnya masyarakat Indonesia yang TAAT BERAGAMA, RUKUN, CERDAS, MANDIRI DAN SEJAHTERA LAHIR BATIN."
(Keputusan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 2010)

MISI

  1. Meningkatkan kualitas kehidupan beragama.
  2. Meningkatkan kualitas kerukunan umat beragama.
  3. Meningkatkan kualitas raudhatul athfal, madrasah, perguruan tinggi agama, pendidikan agama, dan pendidikan keagamaan.
  4. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji.
  5. Mewujudkan tata kelola kepemerintahan yang bersih dan berwibawa.
(Keputusan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 2010)

B.     NILAI-NILAI BUDAYA ORGANISASI
Beberapa unsur nilai yang terdapat dalam budaya organisasi yang kami teliti pada Departemen Agama Sidoarjo meliputi :
a.       Berpakaian rapi dan sopan
b.      Ikhlas beramal
c.       Jujur
d.      Sigap dan tanggap dalam mengerjakan tugas

C.    ASUMSI-ASUMSI DASAR
Asumsi dasar merupakan hal yang mau tidak mau harus diterima sebagai solusi bila terjadi suatu masalah.Asumsi dasar meliputi :
1.      Anggota-anggota organisasi yang menciptakan dan mempertahankan perasaan yang di miliki bersama mengenai realitas organisasi yang berakibat pada pemahaman yang lebih baik mengenai niai-nilai sebuah organisasi.
Inti dari asumsi ini adalah nilai yang dimiliki oleh organisasi merupakan nilai standart dan prinsip-prinsip yang terdapat dalam budaya
2.      Penggunaan dan interaksi symbol sangat penting dalam budaya organisasi, ketika seseorang dapat memahami symbol tersebut maka seseorang akan mampu bertindak menurut organisasi.
3.      Budaya berfariasi dalam organisasi-organisasi berbeda dan interprestasi tindakan dalam budaya ini juga beragam. Setiap organisasi memiliki budaya yang berbeda-beda dan setiap individu dalam organisasi tersebut menafsirkan budaya tersebut secara berbeda terkadang perbedaan budaya dalam organisasi justru menjadi kekuatan.



2.2.2 STRATEGI PENERAPAN BUDAYA ORGANISASI

Penerapan Budaya Organisasi Dalam kerangka Penerapan Budaya Organisasi setelah memahami secara fundamental sebuah organisasi dan budayanya secara teoritis maka diperlukan yang namanya Langkah-Langkah Kegiatan untuk Memperkuat Budaya Organisasi itu, yang antara lain ialah sebagaiberikut:
1.      Memantapkan nilai-nilai dasar budaya organisasi.
Seperti ketepatan waktu dalam kehadiran, kejujuran, ketelitian, tanggung jawab serta berpegang teguh terhadap peraturan pemerintah.
2.      Melakukan pembinaan terhadap anggota organisasi
Setiap anggota diwajibkan unruk mematui peraturan yang telah ditetapkan sebagai bentuk wujud apresiasi pengabdian kepada lembaga demi mencapai tujuan organisasi.
3.      Memberikan contoh atau teladan
Sebagai departemen yang berbasis agama, maka para aparatur diharuskan menjadi teladan bagi masyarakat, mulai dari berpakaian sopan hingga nilai keagamaan
4.      Membuat acara-acara rutinitas,
Acara acara rutinitas tersebut meliputi berbagai kegiatan Seperti rutinitas upacara Setiap hari Senin, Senam pada hari Jumat, Wisata keluar kota, Mengadakan kegiatan Gerak Jalan dengan rute disekitar kantor, Setiap tanggal 17 memakai seragam Korpri, Kegiatan peringatan Dies Natalies setiap tanggal 3 Januari.
5.      Memberikan penilaian dan penghargaan Setiap aparatur yang memiliki kinerja yang lebih unggul maka dia akan mendapat penghargaan sesuai dengan apa yang dihasilkan, serta penilaian dapat dilakukan dari berbagai pihak sesuai  dengan prestasinya.
6.      Tanggap terhadap masalah eksternal dan internal
Aparatur dilatih untuk pekak terhadap masalah yang terjadi diluar instansi maupun didalam instansi, dan sigap dalam menghadapi masalah yang timbul serta penyelesaiannya.




2.2.3        KELEMAHAN DALAM BUDAYA ORGANISASI

Setelah melakukan wawancara terkait dengan Budaya Organisasi pada Departemen Agama Kab Sidoarjo kami menemukan beberapa kelemahan dalam Budaya Tersebut antara lain :
-          Kurangnya penerapan sanksi disiplin pada aparatur yang melakukan pelanggaran
-          Kurang konsistensinya penerapan budaya organisasi, dalam contoh kegiatan shalat dhuha bersama. Dulu pertama kali adanya kegiatan tersebut setiap pegawai mengikutinya, namun sekarang pegawai yang ikut semakin berkurang
-          Sulit mencari figur pimpinan karena banyaknya orang – orang yang ahli dan berkompeten dibidangnya sehingga sangat sulit menilai karena kedudukan dan peranan yang relative sama dalam perusahaan
-          Muncul persaingan yang tidak sehat karena masing – masing merasa dan berperan dalam instansi
-          Masih menggunakan budaya tradisional sehingga menghambat perubahan kemajuan budaya organisasi
-          Dengan adanya spesialisasi atau pembagian kerja, hal ini dapat memberikan kejenuhan kepada anggotanya
-          Mudah terbentuk kelompok – kelompok yang bertentangan satu sama lain, dalam artian setiap anggota tidak solid
-          Kesetiaan kepada kelompok melebihi kesetiaan kepada organisasi
-          Anggota organisasi tidak segan – segan mengorbankan kepentingan organisasi untuk kepentingan kelompok atau kepentingan diri sendiri.
-          Anggota tidak dapat melakukan koordinasi dengan anggota lain, karena spesialisasinya berbeda – beda.











BAB.3
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Budaya organisasi memiliki makna yang luas.Menurut Luthans (1998) budaya organisasi merupakan norma-norma dan nilai yang mengarahkan perilaku anggota organisasi. Setiapanggota akan berperilaku sesuai dengan budaya yang berlaku agar diterima oleh lingkungannya. Sarplin (1995) menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan suatu sistem nilai, kepercayaan dan kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur sistem formalnya untuk menghasilkan norma-norma perilaku organisasi. Davis (1984) menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan pola keyakinan dan nilai-nilai (values) organisasi yang dipahami, dijiwai dan dipraktikkan oleh organisasi sehingga pola tersebut memberikan arti tersendiri dan menjadi dasar aturan berperilaku dalam organisasi.
Budaya organisasi memberi arah dan memperkuat standar perilaku untuk mengendalikan pelaku organisasi agar melaksanakan tugas dan tanggung jawab mereka secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi. Implikasinya menyangkut percepatan peningkatan kualitas kinerja pada organisasi memerlukan komitmen yang kuat, kreativitas, inovasi, dan terobosan dalam mengimplementasikan kebijakan di dalam organisasi.
Semakin kuat budaya suatu organisasi maka semakin lemah atau rendah formalisasi yang berlaku di oraganisasi tersebut. Kebutuhan manajemen untuk mengembangkan peraturan dan kebijakan formal sebagai pedoman perilaku kerja anggota organisasi makin kurang. Pedoman tersebut akan dipahami dan diterima oleh anggota organisasi apabila mereka menerima budaya organisasi tersebut.
3.2 SARAN/EVALUASI
1.      Sebaiknya lebih meningkatkan lagi inovasi dalam penerapan budaya agar tercipta kegairahan kerja oleh anggota organisasi atau perusahaan.
2.      Orientasi budaya organisasi hendaklah berlaku oleh semua elemen organisasi.
3.      Kurang adanya penilaian terhadap hasil kinerja karyawan, seperti memberi reward kepada karyawan yang unggul, dan menerapkan sanksi kepada karyawan yang lalai akan tugasnya. Jadi menuntaskan masalah mengenai persaingan tugas. Dengan ini dapat menghasilkan suatu persaingan yang sehat  antar karyawan.
4.      Seharusnya lebih ditingkatkan lagi identitas suatu organisasi agar tercipta ciri khas dari instansi tersebut.
5.      Seharusnya ada inovasi baru dalam pengadaan kegiatan agar bisa mengembangkan budaya oraganisasi yang dahulu atau tradisional menjadi budaya yang lebih modern dan bisa mengikuti perkembangan era globalisasi.
6.      Lebih ditingkatkan lagi kesolidaritasan dalam organisasi agar tidak terjadi kesenjangan antar kelompok.
7.      Lebih tegas dalam menerapkan hukum yang sudah menjadi dasar pegangan organisasi.





 LAMPIRAN FOTHO



















1 komentar:

  1. makalahnya mantap..

    kunjung balik ya blog ku. segomenjeng

    BalasHapus

Translate