OBSERVASI
BUDAYA ORGANISASI DEPARTEMEN AGAMA
KAB.SIDOARJO
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami
sehinggaberhasil menyelesaikan makalah dengan baik.
Makalah ini dibuat dengan melakukan observasi dalam jangka waktu tertentu
sehingga menghasilkan hasil yang bisa dipertanggungjawabkan.Kami mengucapkan
terima kasih kepada teman-teman yang terkait dan telah membantu dalam
menghadapi berbagai tantangan dalam penyusunan makalah ini. Dalam
penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi.
Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain
berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan dosen sekalian, sehingga
kendala-kendala yang kami hadapi teratasi.
Makalah
ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang kaitan Budaya Organisasi
dalam instansi “Depag”, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai
sumber informasi, referensi dan berita.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Universitas Negeri
Surabaya.kami sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu kepada dosen pembimbing kami meminta demi perbaikan pembuatan
makalah kami di masa yang akan datang.
Kami menyadari bahwa
masih sangat banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu,
kami mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini.
Terima kasih, dan
semoga makalah ini bisa memberikan sumbangsih positif bagi kita semua.
Surabaya, Oktober 2013
Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
LATAR
BELAKANG
Globalisasi
ekonomi dan adanya era perubahan dalam menghadapi perdagangan bebas merupakan
tantangan serius bagi para eksekutif dalam mengelola organisasi. Hal ini
menuntut kehati-hatian untuk dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan dan
sekaligus menjaga kelangsungan organisasi agar mampu bertahan hidup. Dalam era
keterbukaan ini, batas-batas goegrafis bukanlah merupakan hambatan bagi
kemungkinan persaingan yang timbul. Oleh karena itu, diharapkan organisasi yang
ada di dalam negeri dapat mempersiapkan diri untuk membina organisasinya,
terutama sumber daya manusia dan sistem, untuk mampu menghadapi kedatangan
pesaingnya, baik dalam industri yang sejenis maupun industri lain. . Para
Pendiri organisasi meletakkan dasar bagi budaya organisasi yang didirikannya
sejak awal, baik secara sadar atau tidak. Seiring dengan adanya pertumbuhan
organisasi sebagai hasil interaksi organisasi dengan lingkungannya dalam usaha
pengembangan organisasinya, maka secara sadar nilai-nilai pokok tertentu yang
ada dalam budaya organisasi juga akan mengalami perubahan. Oleh sebab itu,
budaya organisasi perlu dikelola agar sesuai dengan pertumbuhan organisasi
tersebut, karena budaya organisasi memiliki peranan yang sangat penting tehadap
efektifitas organisasi.
Kementerian Agama (disingkat Kemenag, dahulu Departemen Agama, disingkat Depag) adalah kementerian dalam Pemerintah
Indonesia yang membidangi urusan agama.Kementerian Agama dipimpin oleh seorang
Menteri Agama (Menag) yang sejak tanggal 22 Oktober 2009 dijabat oleh
Suryadharma Ali.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang onsensus.Hal tersebut
tercermin baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun dalam kehidupan
bernegara.Di lingkungan masyarakat-terlihat terus meningkat kesemarakan dan
kekhidmatan kegiatan keagamaan baik dalam bentuk ritual, maupun dalam bentuk onsen
keagamaan.Semangat keagamaan tersebut, tercermin pula dalam kehidupan bernegara
yang dapat dijumpai dalam dokumen-dokumen kenegaraan tentang falsafah onsen
Pancasila, UUD 1945, GBHN, dan buku Repelita serta memberi jiwa dan warna pada
pidato-pidato kenegaraan.Dalam pelaksanaan pembangunan nasional semangat
keagamaan tersebut menj adi lebih kuat dengan ditetapkannya asas keimanan dan
ketaqwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa sebagai salah satu asas pembangunan.Hal
ini berarti bahwa segala usaha dan kegiatan pembangunan nasional dijiwai,
digerakkan dan dikendalikan oleh keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa sebagai nilai luhur yang menjadi landasan spiritual, moral dan etik
pembangunan. Secara historis benang merah nafas keagamaan tersebut dapat
ditelusuri sejak abad V Masehi, dengan berdirinya kerajaan Kutai yang bercorak
Hindu di Kalimantan melekat pada kerajaan-kerajaan di pulau Jawa, antara lain
kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat, dan kerajaan Purnawarman di Jawa Tengah.
Pada abad VIII corak agama Budha menjadi salah satu ciri
kerajaan Sriwijaya yang pengaruhnya cukup luas sampai ke Sri Lanka, Thailand
dan India.Pada masa Kerajaan Sriwijaya, candi Borobudur dibangun sebagai
lambang kejayaan agama Budha.Pemerintah kerajaan Sriwijaya juga membangun
sekolah tinggi agama Budha di Palembang yang menjadi pusat studi agama Budha
se-Asia Tenggara pada masa itu.Bahkan beberapa siswa dari Tiongkok yang ingin
memperdalam agama Budha lebih dahulu beberapa tahun membekali pengetahuan awal
di Palembang sebelum melanjutkannya ke India.Menurut salah satu sumber Islam
mulai memasuki Indonesia sejak abad VII melalui para pedagang Arab yang telah
lama berhubungan dagang dengan kepulauan Indonesia tidak lama setelah Islam
berkembang di jazirah Arab. Agama Islam tersiar secara hampir merata di seluruh
kepulauan nusantara seiring dengan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam seperti
Perlak dan Samudera Pasai di Aceh, kerajaan Demak, Pajang dan Mataram di Jawa
Tengah, kerajaan Cirebon dan Banten di Jawa Barat, kerajaan Goa di Sulawesi Selatan,
keraj aan Tidore dan Ternate di Maluku, keraj aan Banjar di Kalimantan, dan
lain-lain. Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia menentang penjajahan
Belanda banyak raja dan kalangan bangsawan yang bangkit menentang penjajah.
Mereka tercatat sebagai pahlawan bangsa, seperti Sultan Iskandar Muda, Teuku
Cik Di Tiro, Teuku Umar, Cut Nyak Dien, Panglima Polim, Sultan Agung Mataram,
Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, Sultan Agung Tirtayasa, Sultan Hasanuddin,
Sultan Goa, Sultan Ternate, Pangeran Antasari, dan lain-lain.
Pola pemerintahan
kerajaan-kerajaan tersebut diatas pada umumnya selalu memiliki dan melaksanakan
fungsi sebagai berikut:
1. Fungsi pemerintahan umum, hal ini
tercermin pada gelar “Sampean Dalem Hingkang Sinuhun” sebagai pelaksana fungsi
pemerintahan umum.
2. Fungsi pemimpin keagamaan tercermin
pada gelar “Sayidin Panatagama Kalifatulah.”
3. Fungsi keamanan dan pertahanan,
tercermin dalam gelar raja “Senopati Hing Ngalogo.” Pada masa penjajahan
Belanda sejak abad XVI sampai pertengahan abad XX pemerintahan Hindia Belanda
juga “mengatur” pelayanan kehidupan beragama. Tentu saja “pelayanan” keagamaan
tersebut tak terlepas dari kepentingan strategi kolonialisme Belanda. Dr.C.
Snuck Hurgronye, seorang penasehat pemerintah Hindia Belanda dalam bukunya “Nederland
en de Islam” (Brill, Leiden 1911) menyarankan sebagai berikut: “Sesungguhnya
menurut prinsip yang tepat, campur tangan pemerintah dalam bidang agama adalah
salah, namun jangan dilupakan bahwa dalam onsen (tata onsen) Islam terdapat
sejumlah permasalahan yang tidak dapat dipisahkan hubungannya dengan agama yang
bagi suatu pemerintahan yang baik, sama sekali tidak boleh lalai untuk
mengaturnya.”
Pokok-pokok kebijaksanaan pemerintah Hindia Belanda di
bidang agama adalah sebagai berikut:
1. Bagi golongan Nasrani dijamin hak
hidup dan kedaulatan organisasi agama dan gereja, tetapi harus ada izin bagi
guru agama, pendeta dan petugas misi/zending dalam melakukan pekerjaan di suatu
daerah tertentu.
2. Bagi penduduk pribumi yang tidak
memeluk agama Nasrani, semua urusan agama diserahkan pelaksanaan dan
perigawasannya kepada para raja, bupati dan kepala bumiputera lainnya.
Berdasarkan kebijaksanaan tersebut, pelaksanaannya secara
teknis dikoordinasikan oleh beberapa instansi di pusat yaitu:
1. Soal peribadatan umum, terutama bagi
golongan Nasrani menjadi wewenang Departement van Onderwijs en Eeredienst
(Departemen Pengajaran dan Ibadah)
2. Soal pengangkatan pejabat agama
penduduk pribumi, soal perkawinan, kemasjidan, haji, dan lainlain, menjadi
urusan Departement van Binnenlandsch Bestuur (Departemen Dalam Negeri).
3. Soal Mahkamah Islam Tinggi atau Hofd
voor Islamietische Zaken menjadi wewenang Departement van Justitie (Departemen
Kehakiman). Pada masa penjajahan Jepang kondisi tersebut pada dasarnya tidak
berubah. Pemerintah Jepang membentuk Shumubu, yaitu kantor agama pusat yang
berfungsi sama dengan Kantoor voor Islamietische Zaken dan mendirikan Shumuka,
kantor agamakaresidenan, dengan menempatkan tokoh pergerakan Islam sebagai
pemimpin kantor. Penempatan tokoh pergerakan Islam tersebut merupakan strategi
Jepang untuk menarik simpati umat Islam agar mendukung cita-cita persemakmuran
Asia Raya di bawah pimpinan Dai Nippon.
Secara filosofis, sosio politis dan historis agama bagi
bangsa Indonesia sudah berurat dan berakar dalam kehidupan bangsa.Itulah
sebabnya para tokoh dan pemuka agama selalu tampil sebagai pelopor pergerakan
dan perjuangan kemerdekaan baik melalui partai politik maupun sarana
lainnya.Perjuangan gerakan kemerdekaan tersebut melalui jalan yang panjang sejak
jaman onsensu Belanda sampai kalahnya Jepang pada Perang Dunia ke
II.Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.Pada masa
kemerdekaan kedudukan agama menjadi lebih kokoh dengan ditetapkannya Pancasila
sebagai onsensu dan falsafah onsen dan UUD 1945. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
yang diakui sebagai sumber dari sila-sila lainnya mencerminkan karakter bangsa
Indonesia yang sangat onsensus dan sekaligus memberi makna rohaniah terhadap
kemajuankemajuan yang akan dicapai. Berdirinya Departemen Agama pada 3 Januari
1946, sekitar lima bulan setelah proklamasi kemerdekaan kecuali berakar dari
sifat dasar dan karakteristik bangsa Indonesia tersebut di atas juga sekaligus
sebagai realisasi dan penjabaran onsensu Pancasila dan UUD 1945. Ketentuan
juridis tentang agama tertuang dalam UUD 1945 BAB E pasal 29 tentang Agama ayat
1, dan 2:
1. Negara berdasarkan atas Ketuhanan
Yang Maha Esa;
2. Negara menjamin kemerdekaan
tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut
agamanya dan kepercayaannya itu.Dengan demikian agama telah menjadi bagian dari
onsen kenegaraan sebagai hasil onsensus nasional dan konvensi dalam_praktek
kenegaraan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
I.2RUMUSAN MASALAH
1.
Apakah budaya organisasi itu ?
2.
Apa unsur budaya organisasi pada kementrian agama ?
3.
Bagaimana
strategi penerapan Budaya organisasi di departemen agama ?
4.
Apa kelemahan
Budaya organisasi di departemen agama ?
I.3 TUJUAN
1.
Memahami tentang apa yang dimaksud dengan budaya
organisasi secara umum
2.
Untuk mengetahui unsur budaya organisasi pada departemen agama
3. Mengetahui penerapan
budaya organisasi pada departemen agama
4. Untuk
mengetahui kelemahan budaya organisasi pada departemen agama
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 TINJAUAN TEORI
Pengertian
budaya organisasi
Budaya berasal dari
kata sansekerta budhayah, yaitu
bentuk dari “budi” atau “akal”. Banyak orang mengartikan budaya/kebudayaan
dalam arti terbatas/sempit, yaitu pikiran, karya, dan hasil karya manusia yang
memenuhi hasratnya akan keindahan dengan hanya terbatas pada seni. Namun
demikian, budaya/kebudayaan dapat pula diartikan sebagai keseluruhan
pengetahuan manusia sebagai makhluk social yang digunakan untuk memahami
lingkungan serta pengalamannya dan menjadi pedoman tingkah lakunya. Para ahli
ilmu social mengartikan konsep kebudayaan sebagai seluruh pikiran manusia yang
tidak berakar pada nalurinya sehingga hanya dicetuskan oleh manusia sesudah
melalui proses belajar.
Beberapa
pendapat Para Ahli mengenai Budaya Organisasi :
Robbins (1990), budaya organisasi merupakan nilai-nilai dominan atau falsafah yang
menuntun kebijaksanaan organisasi terhadap para anggota organisasi tersebut.
Selain itu budaya organisasi juga merupakan sistem nilai yang diyakini,
dipelajari, diterapkan, serta dikembangkan secara berkesinambungan, dan
dijadikan acuan perilaku oleh semua anggota organisasi untuk mencapai tujuan
perusahaan yang telah ditetapkan.
Shein (Renstra LAPAN, 2005), pakar dalam
“Applied Strategic Planning” mendefinisikan budaya sebagai suatu pola dari
asumsi-asumsi dasar (keyakinan dan harapan) yang ditemukan ataupun dikembangkan
oleh suatu kelompok tertentu dari organisasi, dan kemudian menjadi acuan dalam
mengatasi persoalan-persoalan yang berkaitan dengan adaptasi keluar dan
integrasi internal, yang dalam kurun waktu tertentu telah berfungsi dengan
baik, maka dipandang sah, karenanya dibakukan, sehingga setiap anggota
organisasi harus menerimanya sebagai cara yang tepat dalam pendekatan
pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan dalam organisasi.
Pengertian Budaya Organisasi secara umum, dapat disimpulkan bahwa budaya adalah suatu pola dari
keseluruhan keyakinan dan harapan yang dipegang teguh secara bersama oleh semua
anggota organisasi dalam pelaksanaan pekerjaan yang ada dalam organisasi
tersebut. Dengan demikian, budaya dalam suatu organisasi adalah menjadi
pengikat semua karyawan dan sekaligus sebagai pemberi arti dan maksud dari
keterlibatan karyawan dalam organisasi.
Elemen Budaya Organisasi
Budaya
organisasi merupakan karakteristik organisasi yang membentuk perilaku anggota
organisasi dalam mencapai tujuannya, melalui pemahaman yang baik terhadap
elemen-elemen pembentuk budaya seperti keyakinan, tata nilai, atau adat
kebiasaan. Semakin anggota organisasi memahami, mengakui, menjiwai, dan
mempraktekkan keyakinan, tata nilai atau adat kebiasaan tersebut dan semakin
tinggi tingkat kesadaran mereka, budaya organisasi akan semakin eksis dan
lestari. Artinya budaya organisasi merupakan
keyakinan setiap orang di dalam organisasi akan jati diri yang secara
idiologis dapat memperkuat eksistensi organisasi baik ke dalam sebagai pengikat
atau simpul organisasi dan keluar sebagai identitas sekaligus kemampuan untuk
beradaptasi dengan berbagai situasi dan kondisi yang dihadapi organisasi.
Budaya organisasi terdiri dari beberapa elemen, perbedaan budaya satu
organisasi dengan organisasi lainnya terletak pada elemen budaya organisasi,
sehingga setiap elemen memerlukan pemahaman tersendiri agar member pemahaman
budaya secara utuh.
Karakteristik Budaya Organisasi
·
Inisiatif individual, Tingkat tanggung jawab, kebebasan, dan independensi
yang dimiliki oleh individu.
· Toleransi terhadap tindakan
beresiko, Sejauh mana para
karyawan dianjurkan untuk bertindak agresif, inovatif, dan berani mengambil
resiko.
· Arah (direction), Sejauh mana organisasi menciptakan dan menggambarkan
secara jelas sasaran dan harapan mengenai prestasi.
·
Integrasi, Sejauh mana unit-unit dalam organisasi didorong untuk
bekerja secara terkoordinasi.
· Dukungan dari manajemen, Sejauh mana para manager dapat berkomunikasi secara
jelas, memberikan bantuan, serta dukungan terhadap bawahannya.
·
Control, Seberapa banyak peraturan dan pengawasan langsung yang
digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku karyawan.
·
Identitas, Sejauh mana para anggota organisasi mengidentifikasi
dirinya sebagai bagian dari organisasi secara keseluruhan dibandikan dengan
kelompok kerja atau dengan bidang keahlian professional.
·
Sistem imbalan (reward sistem), Sejauh mana alokasi reward (misalnya, kenaikan gaji,
promosi) berdasarkan pada kriteria kinerja karyawan sebagai kebalikan dari
sistem senioritas, sikap pilih kasih, dan sebagainya.
·
Toleransi terhadap konflik, Sejauh mana para karyawan didorong untuk mengemukakan
konflik dan kritik secara terbuka.
·
Pola – pola komunikasi, Sejauh mana komunikasi organisasi dibatasi oleh hierarki
kewenangan yang formal.
Kesepuluh
karakteristik tersebut mencakup dimensi struktural dan perilaku dalam
organisasi.
Batasan karakteristik budaya diidentifikasi sebagai:
a. Mempelajari:
diperlukan dalam belajar, observasi, pengalaman
b. Saling
berbagi: kelompok, keluarga, masyarakat
c. Transgenerasi:
kumulatif dan dari generasi ke generasi
d. Persepsi
pengaruh: perilaku
e.
Adaptasi:
kapasitas berubah atau adaptasi
Secara umum, perusahaan atau organisasi terdiri atas
sejumlah orang dengan latar belakang, kepribadian, emosi, dan ego yang
beragam.Hasil penjumlahan dan interaksi berbagai orang tersebut membentuk
budaya organisasi.
Identifikasi
Efek Fungsional dan Disfungsional
Fungsi-fungsi yang dilakukan oleh budaya dan menilai
apakah budaya dapat merupakan suatu beban (liabilitas) bagi suatu organisasi.
1 Fungsi
budaya
a) Budaya
mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas. Artinya, budaya menciptakan
pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan yang lain.
b) Budaya
membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
c) Budaya
mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada
kepentingan dari individual seseorang.
d) Budaya
meningkatkan kemantapan system social, budaya merupakan perekat social yang
membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang
tepat mengenai apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan.
e) Budaya
berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan
membentuk sikap serta perilaku para karyawan.
2 Budaya
dalam suatu organisasi
1. Budaya
sebagai suatu beban
Memperlakukan
budaya tidak dengan cara menghakimi, tidak mengatakan bahwa budaya itu baik
atau buruk, tetapi dengan menyatakan bahwa budaya itu ada. Beberapa fungsi, seperti
: diikhtisarkan, bernilai untuk organisasi maupun karyawan. Budaya meningkatkan
komitmen organisasi dan meningkatkan konsistensi perilaku karyawan.Jelas hal
ini memberikan manfaat bagi suatu organisasi.Dari titik pandang seorang
karyawan, budaya bernilai karena mengurangi kekhawatiran. Budaya memeberitahu
para karyawan bagaimana segala sesuatu dilakukan dan apa yang penting.
2. Penghalang
terhadap perubahan
Budaya
merupakan suatu beban, bilamana nilai-nilai bersama tidak cocok dengan nilai
yang akan meningkatkan perubahan organisasi tersebut. Bila lingkungan itu
mengalami perubahan yang cepat dan mendasar, budaya yang telah berakar dalam
organisasi itu mungkin tidak tepat lagi.Jadi, konsistensi perilaku merupakan
suatu asset bagi semua organisasi, bila organisasi itu menghadapi suatu
lingkungan yang mantap.Tetapi konsistensi itu dapat membebani organisasi
tersebut dan menyulitkan untuk menghadapi perubahan-perubahan.Maka, budaya yang
kuat, praktik yang mendorong ke sukses sebelumnya dapat mendorong kegagalan,
jika praktik-praktik itu tidak lagi dicocokkan dengan kebutuhan lingkungan.
3. Penghalang
terhadap keanekaragaman
Dalam
mempekerjakan karyawan-karyawan baru dalam kegiatan bisnis, seperti menyangkut
ras, jenis kelamin, etnis, atau perbedaan lain yang tidak sama dengan mayoritas
organisasi dapat menciptakan paradoks. Manajemen menginginkan karyawan baru
menerima baik nilai budaya inti dari organisasi. Bila kenyataannya tidak maka
sebagian karyawan minoritas ini kecil kemungkinan cocok atau dapat diterima dalam
organisasi tersebut, walaupun manajemen ingin mengumumkan secara terbuka dan
menunjukkan dukungan akan perbedaan-perbedaan yang dibawa oleh karyawan
ketempat kerjanya. Budaya yang kuat mengenakan tekanan yang cukup besar pada
para karyawan untuk menyesuaikan diri (conform). Mereka membatasi rentang nilai
dan gaya yang dapat diterima. Jelas hal ini menimbulkan
dilemma.Organisasi-organisasi mempekerjakan individu-individu yang beraneka
ragam karena kekuatan alternative yang dibawa mereka ke tempat kerja.Ada
kemungkinan besar perilaku dan kekuatan yang beraneka ragam mengurangi budaya
kuat ketika orang berupaya menyesuaikan diri didalam organisasi tersebut.Oleh
karena itu, budaya kuat dapat merupakan beban (liabilitas) bila budaya itu
dengan efektif menyingkirkan kekuatan unik tersebut yang dibawa oleh
orang-orang dengan latar belakang yang berlainan ke dalam organisasi.
4. Penghalang
terhadap marjer dan akuisinya
Secara
historis factor-faktor utama yang dipandang oleh manajer dalam mengambil
keputusan marjer atau akuisisi dikaitkan dengan keuntungan finansial atau
sinergi produk.Tahun terakhir ini kecocokan (kompatibilitas) budaya telah
menjadi kepedulian primer, walaupun suatu laporan kondisi keuangan atau produk
yang mendukung mungkin merupakan tarikan awal dari suatu calon akuisisi.Apakah
akuisisi benar-banar berhasil tampaknya lebih berurusan dengan betapa baik
budaya kedua organisasi itu sebanding/standing.
5. Menciptakan
dan mempertahankan budaya
Budaya
suatu organisasi tidaklah muncul begitu saja dari kehampaan.Sekali ditegakkan,
jarang budaya itu bergeser atau padam.
Tiga kekuatan yang memainkan bagian yang sangat
penting dalam mempertahankan suatu budaya yaitu :
a. Praktik-praktik
seleksi
Tujian
eksplisit proses seleksi adalah mengidentifikasi dan mempekerjakan
individu-individu yang mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan untuk
melakukan pekerjaan dengan sukses di dalam organisasi.
b. Tindakan
manajemen
Tindakan
manajemen puncak juga mempunyai dampak besar pada budaya organisasi. Lewat apa yang
mereka katakan dan bagaimana mereka berperilaku, eksekutif senior menegakkan
norma-norma yang merembes kebawah sepanjang organisasi. Misalnya, pengambilan
tingkat resiko yang diinginkan. Dalam hal ini, berapa banyak kebebasan yang
seharusnya diberikan oleh para manajer kepada bawahan mereka, pakaian apakah
yang pantas, dan tindakan apakah yang akan diambil misalnya dalam hal kenaikan
upah, promosi, dan ganjaran lain.
c. Metode
sosialisasi
Proses
mengadaptasi para karyawan pada budaya organisasi itu. Oleh karena itu,
organisasi tersebut akan berniat membantu karyawan baru menyesuaikan diri
dengan budayanya. Konsep sosialisasi sebagai suatu proses yang terdiri atas
tiga tahap, yaitu sebagai berikut :
Tahap prakedatangan
Yaitu
kurun waktu pembelajaran dalam proses sosialisasi yang terjadi sebelum seorang
karyawan baru bergabung dengan organisasi tersebut.
Tahap perjumpaan
Yaitu
tahap dalam proses sosialisasi dalam mana seorang karyawan baru menyaksikan
seperti apa sebenarnya organisasi itu dalam menghadapi kemungkinan bahwa
harapan dan kenyataan dapat berbeda.
Tahap metamorphosis
Yaitu
dalam proses sosialisasi dalam mana seseorang karyawan baru menyesuaikan diri
terhadap norma kelompok kerjanya.
2.2 PEMBAHASAN
Beberapa
hasil wawancara yang telah kami lakukan dengan pihak instansi terkait
dengan observasi yang bersangkutan, didalam Depag tersebut terdapat 7 kepala
seksi. Masing– masing di kasi tersebut mempunyai tugas satuan pokok yang
berbeda beda :
1. Subbag
TU
Tugas tugas yang ditangani meliputi
a).koordinasi penyusunan rencana , evaluasi program anggaran serta laporan
b). pelaksanaan urusan keuangan c). penyusunan organisasi dan tata laksana
d). pengelolaan urusan kepegawaian e).
penyusunan peraturan perundang-undang dan bantuan hokum f). pelaksanaan bimbingan kerukunan umat beragama
g). pelayanan informasi dan hubungan
masyarakat h). pelaksanaan urusan
ketatausahaan, rumah tangga, perlengkapan, dan pengelolaan barang milik negara
pada kantor kementrian agama
2. Haji
dan Umroh atau seksi PHU
Seksi penyelenggara haji dan umroh
( PHU) dipimpin oleh H. Moh. Arwani, M.Ag. M.H.I. tugas tugasnya scara global
adalah melakukan pelayanan, bimbingan teknis, pembinaan serta pengelolaan data
dan informasi dibidang penyelenggaraan haji dan umroh. Aspek-aspek pekerjaan
yang ditangani terdiri atas : a.) pendaftaran dan dokumen haji, b). pembinaan
haji dan umroh c). akomondasi dan transportasi d) pengelolaan keuangan haji e).
sistem informasi haji
3. Penma
( Pendidikan Madrasah ) mulai dari MI, Mts, dan MA
Seksi pendidikan madrasah dipimpin
oleh Dra. Hj. Fadillah. Scara global, tugas pokoknya adalah melakukan
pelayanan, bimbingan teknis, pembinaan, serta pengelolaan data dan informasi di
bidang RA (Roudlotul Atfhal), MI (Madrasah Ibtidaiah), MTs (Madrasah Tsanawiah)
MA (Madrasah Tsanawiah) dan MAK (Madrasah Aliah Keagamaan). Adapun aspek aspek
kependidikan madrasah yang ditangani adalah
a). kurikulim evaluasi b).
pendidikan dan tenaga kependidikan c).
sarana dan prasarana d). kesiswaan e). kelembagaan dan system informasi
madrasah, f). kelompok jabatan fungsional
4. Pendidikan
Agama Islam
Seksi pendidikan madrasah dipimpin
oleh Drs. Moch Dawud, M.S.i.seksi pendidikan Agama Islam mempunyai tugas
melakukan pelayanan dan bimbingan teknis, pembinaan serta pengelolaan data dan
informasi dibidang pendidikan Agama Islam pada PAUD.
SD/SDLB/SMP/SMPLB/SMA/SMALB/ SMK. Adapun rincian bidang tugasnya meliputi :
a). pendidikan Agama Islam pada PAUD dan
TK b). pendidikan Agama Islam pada
SD/SDLB c). pendidikan Agama Islam pada
SMP/SMPLB d). pendidikan Agama Islam
pada SMA/SMALB/ SMK e). Sistem informasi pendidikan Agama Islam
5. Seksi
pendidikan diniah danPondok Pesantren
Seksi pendidikan diniah dan pondok
pesantren dipimpin oleh H. Rohmad Nasrudin, M.Ag.secara global, tugasnya adalah
melakuka pelayanan, bimbingan teknis, pembinaan serta pengelolaan data
informasi di bidang pendidikan diniyah dan pondok pesantren. Secara rinci
bidang tugas seksi pendidikan diniah danPondok Pesantren meliputi :
a).
penyiapan perumusan kebijakan teknis dan perencanaan di bidang
pendidikan diniah danPondok Pesantren
b).
pelaksanaan pelayanan bimbingan dan pembinaan dibidang pendidikan
diniyah takmiliah, diniyah formal, dan kesetaraan pendidikan pesantren, dan
pendidikan al- Qur’an serta pengelolaan system informasi pendidikan diniah
danPondok Pesantren c). evaluasi dan
penyusunan laporan dibidang pendidikan diniah danPondok Pesantren. Adapun aspek
aspek yang ditangani oleh Seksi pendidikan diniah dan Pondok Pesantren terdiri
atas : a). pendidikan diniyah takmiliah b). pendidikan diniyah formal dan pendidikan
kesetaraan c). pemberdayaan pondok
pesantren d). pendidikan al- Qur’an e). sistem informasi Seksi pendidikan diniah
danPondok Pesantren
6. Penyelenggara
Syariah
Penyelenggaraan syariah ini
dipimpin oleh Drs. H. Mohammad Nur Ibadi, SE, MM. tugas tugasnya scara umum
member pelayanan, bimbingan teknis, dan pembinaan, serta pengelolaan data dan
informasi dibidang pembinaan syariah yang terdiri atas : a). produk halal b). pembinaan syariah / hisab- Rukyat dan arah
kiblat c). sistem informasi Agama Islam
7. Seksi
Bimas Islam
Seksi bimbingan masyarakat Islam, yang lebih simple
disingkat seksi bimas Islam, dipimpin oleh Drs. H. Syaifudin Hadi, M.Pd.I.scara
global tugasnya adalah melakukan pelayanan, bimbingan teknis, pembinaan, serta
pengelolaan data dan informasi di bidang bimbingan masyarakat Islam yang
meliputi : a). kepenghulian b). pemberdayaan kantorng Urusan Agama c). kemasjidan d). penerangan dan penyuluhan agama Islam
e). kemitraan umat Islam, publikasi
dakwah dan hari besar Islam, f).
pengembangan seni budaya Islam, Musabaqoh al-Qur’an dan hadist, g). pemberdayaan zakat h). pemberdayaan wakaf
Di masing – masing kecamatan terdapat juga cabang –
cabangnya.Semua kegiatan yang berlangsung di setiap kecamatan, laporannya harus
diserahkan kepada Depag.
Di Depag sendiri juga memiliki urutan dalam hal
pembagian di wilayah yaitu :
1. Depag
Pusat
2. Depag
Kanwil
3. Depag
Kabupaten
4. Depag
Kecamatan
Di Depag sendiri, mereka memiliki sebuah slogan
dalam hal etika berpakaian yaitu “ Sebagai Aparatur Negara harus berpakaian
sopan, rapi “. Dikarenakan berhubungan dengan Agama jadi harus berpakaian
Muslim dan Muslimah, menyesuaikan dengan eventnya serta mengikuti segala aturan
dari kanwil.
Budaya Organisasi dalam Depag Sidoarjo ini memang
sudah ada dari dulu. Akan tetapi setiap tahunnya akan tetap dilanjutkan dan
ditingkatkan lagi untuk perubahan yang lebih baik. Sebelumnya tidak pernah ada
perubahan dibidang Budaya Organisasi.Semua anggota meneruskan budaya organisasi
yang sudah berlaku di periode sebelumnya.Namun seiring berjalannya waktu para
pegawai melakukan perbaikan dan meningkatkan kualitas budaya organisasi.
2.2.1 UNSUR-UNSUR
BUDAYA ORGANISASI
Unsur-unsur yang ada dalam budaya organisasiantara
lain:
A. ARTIFACT
unsur dasar organisasi yang paling
mudah dikanali karena ia dapat dilihat, didengar, dan dirasakan. Artifact meliputi :
1.Logo
LAMBANG DEPARTEMEN AGAMA
MAKNA ISI LAMBANG
1. Bintang bersudut lima yang melambangkan sila
Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila, bermakna bahwa karyawan Departemen
Agama selalu menaati dan menjunjung tinggi norma-norma agama dalam melaksanakan
tugas Pemerintahan dalam Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
2. 17
kuntum bunga kapas, 8 baris tulisan dalam Kitab Suci dan 45 butir padi bermakna
Proklamasi Kemerdekaan republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, menunjukkan
kebulatan tekad para Karyawan Departemen Agama untuk membela Kemerdekaan Negara
Kesatuan republik Indonesia yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945.
3. Butiran
Padi dan Kapas yang melingkar berbentuk bulatan bermakna bahwa Karyawan Departemen
mengemban tugas untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur dan
merata.
4. Kitab
Suci bermakna sebagai pedoman hidup dan kehidupan yang serasi antara
kebahagiaan duniawi dan ukhrawi, materil dan spirituil dengan ridha Allah SWT
Tuhan Yang Maha Esa.
5. Alas
Kitab Suci bermakna bahwa pedoman hidup dan kehidupan harus ditempatkan pada
proporsi yang sebenarnya sesuai dengan potensi dinamis dari Kitab Suci.
6. Kalimat
“Ikhlas Beramal” bermakna bahwa Karyawan Departemen Agama dalam mengabdi kepada
masyarakat dan Negara berlandaskan niat beribadah dengan tulus dan ikhlas.
7. Perisai
yang berbentuk segi lima sama sisi dimaksudkan bahwa kerukunan hidup antar umat
beragama RI yang berdasarkan Pancasila dilindungi sepenuhnya sesuai dengan
Undang-Undang Dasar 1945
8. Kelengkapan
makna lambang Departemen Agama melukiskan motto : Dengan Iman yang teguh dan
hati yang suci serta menghayati dan mengamalkan Pancasila yang merupakan
tuntutan dan pegangan hidup dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara,
karyawan Departemen Agama bertekad bahwa mengabdi kepada Negara adalah ibadah.
Selain itu terdapat
visi misi sebagai acuan dan tujuan instansi ini dibentuk agar masyarakat tau nilai
guna dan fungsi instansi ini dibentuk, berikut visi dan misi kementrian agama
yang kami proleh dari kementrian agama.
2.VISI DAN MISI
VISI
"Terwujudnya masyarakat Indonesia yang TAAT BERAGAMA, RUKUN, CERDAS, MANDIRI DAN SEJAHTERA LAHIR BATIN."
(Keputusan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 2010)
MISI
- Meningkatkan
kualitas kehidupan beragama.
- Meningkatkan
kualitas kerukunan umat beragama.
- Meningkatkan
kualitas raudhatul athfal, madrasah, perguruan tinggi agama, pendidikan
agama, dan pendidikan keagamaan.
- Meningkatkan
kualitas penyelenggaraan ibadah haji.
- Mewujudkan
tata kelola kepemerintahan yang bersih dan berwibawa.
(Keputusan
Menteri Agama Nomor 2 Tahun 2010)
B. NILAI-NILAI BUDAYA ORGANISASI
Beberapa unsur nilai yang terdapat dalam budaya
organisasi yang kami teliti pada Departemen Agama Sidoarjo meliputi :
a.
Berpakaian rapi
dan sopan
b. Ikhlas
beramal
c. Jujur
d. Sigap
dan tanggap dalam mengerjakan tugas
C.
ASUMSI-ASUMSI
DASAR
Asumsi dasar merupakan hal yang mau tidak mau harus
diterima sebagai solusi bila terjadi suatu masalah.Asumsi dasar meliputi :
1.
Anggota-anggota
organisasi yang menciptakan dan mempertahankan perasaan yang di miliki bersama
mengenai realitas organisasi yang berakibat pada pemahaman yang lebih baik
mengenai niai-nilai sebuah organisasi.
Inti
dari asumsi ini adalah nilai yang dimiliki oleh organisasi merupakan nilai
standart dan prinsip-prinsip yang terdapat dalam budaya
2. Penggunaan
dan interaksi symbol sangat penting dalam budaya organisasi, ketika seseorang
dapat memahami symbol tersebut maka seseorang akan mampu bertindak menurut
organisasi.
3. Budaya
berfariasi dalam organisasi-organisasi berbeda dan interprestasi tindakan dalam
budaya ini juga beragam. Setiap organisasi memiliki budaya yang berbeda-beda
dan setiap individu dalam organisasi tersebut menafsirkan budaya tersebut
secara berbeda terkadang perbedaan budaya dalam organisasi justru menjadi
kekuatan.
2.2.2 STRATEGI PENERAPAN BUDAYA ORGANISASI
Penerapan Budaya Organisasi Dalam
kerangka Penerapan Budaya Organisasi setelah memahami secara fundamental sebuah
organisasi dan budayanya secara teoritis maka diperlukan yang namanya
Langkah-Langkah Kegiatan untuk Memperkuat Budaya Organisasi itu, yang antara
lain ialah sebagaiberikut:
1. Memantapkan
nilai-nilai dasar budaya organisasi.
Seperti ketepatan waktu dalam
kehadiran, kejujuran, ketelitian, tanggung jawab serta berpegang teguh terhadap
peraturan pemerintah.
2. Melakukan
pembinaan terhadap anggota organisasi
Setiap anggota diwajibkan unruk
mematui peraturan yang telah ditetapkan sebagai bentuk wujud apresiasi
pengabdian kepada lembaga demi mencapai tujuan organisasi.
3. Memberikan
contoh atau teladan
Sebagai departemen yang berbasis
agama, maka para aparatur diharuskan menjadi teladan bagi masyarakat, mulai
dari berpakaian sopan hingga nilai keagamaan
4. Membuat
acara-acara rutinitas,
Acara acara rutinitas tersebut
meliputi berbagai kegiatan Seperti rutinitas upacara Setiap hari Senin, Senam
pada hari Jumat, Wisata keluar kota, Mengadakan kegiatan Gerak Jalan dengan
rute disekitar kantor, Setiap tanggal 17 memakai seragam Korpri, Kegiatan
peringatan Dies Natalies setiap tanggal 3 Januari.
5. Memberikan
penilaian dan penghargaan Setiap aparatur yang memiliki kinerja yang lebih
unggul maka dia akan mendapat penghargaan sesuai dengan apa yang dihasilkan,
serta penilaian dapat dilakukan dari berbagai pihak sesuai dengan prestasinya.
6. Tanggap
terhadap masalah eksternal dan internal
Aparatur dilatih untuk pekak terhadap masalah yang
terjadi diluar instansi maupun didalam instansi, dan sigap dalam menghadapi
masalah yang timbul serta penyelesaiannya.
2.2.3
KELEMAHAN
DALAM BUDAYA ORGANISASI
Setelah
melakukan wawancara terkait dengan Budaya Organisasi pada Departemen Agama Kab
Sidoarjo kami menemukan beberapa kelemahan dalam Budaya Tersebut antara lain :
-
Kurangnya
penerapan sanksi disiplin pada aparatur yang melakukan pelanggaran
-
Kurang
konsistensinya penerapan budaya organisasi, dalam contoh kegiatan shalat dhuha
bersama. Dulu pertama kali adanya kegiatan tersebut setiap pegawai
mengikutinya, namun sekarang pegawai yang ikut semakin berkurang
-
Sulit mencari
figur pimpinan karena banyaknya orang – orang yang ahli dan berkompeten
dibidangnya sehingga sangat sulit menilai karena kedudukan dan peranan yang relative
sama dalam perusahaan
-
Muncul
persaingan yang tidak sehat karena masing – masing merasa dan berperan dalam
instansi
-
Masih
menggunakan budaya tradisional sehingga menghambat perubahan kemajuan budaya
organisasi
-
Dengan adanya
spesialisasi atau pembagian kerja, hal ini dapat memberikan kejenuhan kepada
anggotanya
-
Mudah terbentuk
kelompok – kelompok yang bertentangan satu sama lain, dalam artian setiap
anggota tidak solid
-
Kesetiaan kepada
kelompok melebihi kesetiaan kepada organisasi
-
Anggota
organisasi tidak segan – segan mengorbankan kepentingan organisasi untuk
kepentingan kelompok atau kepentingan diri sendiri.
-
Anggota tidak
dapat melakukan koordinasi dengan anggota lain, karena spesialisasinya berbeda
– beda.
BAB.3
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Budaya
organisasi memiliki makna yang luas.Menurut Luthans (1998) budaya organisasi
merupakan norma-norma dan nilai yang mengarahkan perilaku anggota organisasi.
Setiapanggota akan berperilaku sesuai dengan budaya yang berlaku agar diterima
oleh lingkungannya. Sarplin (1995) menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan
suatu sistem nilai, kepercayaan dan kebiasaan dalam suatu organisasi yang
saling berinteraksi dengan struktur sistem formalnya untuk menghasilkan
norma-norma perilaku organisasi. Davis (1984) menyatakan bahwa budaya
organisasi merupakan pola keyakinan dan nilai-nilai (values) organisasi yang
dipahami, dijiwai dan dipraktikkan oleh organisasi sehingga pola tersebut
memberikan arti tersendiri dan menjadi dasar aturan berperilaku dalam
organisasi.
Budaya organisasi
memberi arah dan memperkuat standar perilaku untuk mengendalikan pelaku
organisasi agar melaksanakan tugas dan tanggung jawab mereka secara efektif dan
efisien untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi. Implikasinya menyangkut
percepatan peningkatan kualitas kinerja pada organisasi memerlukan komitmen
yang kuat, kreativitas, inovasi, dan terobosan dalam mengimplementasikan kebijakan
di dalam organisasi.
Semakin kuat budaya
suatu organisasi maka semakin lemah atau rendah formalisasi yang berlaku di
oraganisasi tersebut. Kebutuhan manajemen untuk mengembangkan peraturan dan
kebijakan formal sebagai pedoman perilaku kerja anggota organisasi makin
kurang. Pedoman tersebut akan dipahami dan diterima oleh anggota organisasi
apabila mereka menerima budaya organisasi tersebut.
3.2 SARAN/EVALUASI
1.
Sebaiknya lebih
meningkatkan lagi inovasi dalam penerapan budaya agar tercipta kegairahan kerja
oleh anggota organisasi atau perusahaan.
2.
Orientasi budaya
organisasi hendaklah berlaku oleh semua elemen organisasi.
3.
Kurang adanya
penilaian terhadap hasil kinerja karyawan, seperti memberi reward kepada
karyawan yang unggul, dan menerapkan sanksi kepada karyawan yang lalai akan
tugasnya. Jadi menuntaskan masalah mengenai persaingan tugas. Dengan ini dapat
menghasilkan suatu persaingan yang sehat antar karyawan.
4.
Seharusnya lebih
ditingkatkan lagi identitas suatu organisasi agar tercipta ciri khas dari
instansi tersebut.
5.
Seharusnya ada
inovasi baru dalam pengadaan kegiatan agar bisa mengembangkan budaya
oraganisasi yang dahulu atau tradisional menjadi budaya yang lebih modern dan
bisa mengikuti perkembangan era globalisasi.
6.
Lebih
ditingkatkan lagi kesolidaritasan dalam organisasi agar tidak terjadi
kesenjangan antar kelompok.
7.
Lebih tegas
dalam menerapkan hukum yang sudah menjadi dasar pegangan organisasi.
LAMPIRAN FOTHO
makalahnya mantap..
BalasHapuskunjung balik ya blog ku. segomenjeng